Rabu, 01 November 2017

A Book with Another Story



"A Book with Another Story"

Yaa… mungkin itulah judul yg tepat kuberikan dalam postinganku ini, aku tak pandai dalam berkata, akupun tak pandai dalam mengungkapkan rasa, bahkan akupun enggan untuk membaca. Namun satu yang kuyakini, ketika ada kemauan untuk mendengarkan saja meski hanya kicauan burung, ku yakin akan dapati sebuah pelajaran hidup.
Aku tak suka membaca, tapi aku suka mendengarkan bahkan menganalisis cerita yang banyak kudengar dan kulihat. Membaca menurutku satu hal kegiatan yang menuntut kita harus diam tanpa kata, diam focus melihat barisan huruf yang terjajar rapi, baris demi baris bagai petakan sawah dihamparan luas.
Aku takut untuk membaca, meski memang membaca adalah kunci dunia. Aku takut membaca membuatku terlena olehnya. Aku takut membaca membuatku terjerat dalam tulisan maknanya. Aku takut membaca membuatku pilu terus dan terus, enggan untuk bergerak, enggan untuk bangkit dan bahkan melirik sekitarpun tak mau.
Namun pada suatu waktu, aku termenung diam tanpa kata, aku termenung diam tanpa gerak, aku termenung diam tanpa senyum. Seorang lelakipun mendekat padaku, entah apa yang dia fikir ketika melihatku. Disana aku masih diam seolah tak merespon seseorang yang datang. Lelaki itu mencoba mengalihkan perthatianku, tanda mengetuk ruang piluku.
Aku coba tuk dengarkan apa tujuannya. Terdiam kembali aku saat itu, bingung rasanya, aneh rasanya. Tiba seorang datang memberikan sebuah buku itu aku tak paham maksud dirinya, aku tak mengerti apa tujuannya. Yang bisa kulakukan saat itu hanya diam dan masih tak percaya, apa maksudnya menghampiri dan memberikan sebuah buku itu ??.


Beberapa saat ku mulai pecah dalam piluku. Beberapa saat ku mulai berkata, tanda merespon ketukannya pada ruang piluku tadi. “Apa maksud kau disini wahai gerangan??”, satu kalimat awal yang terlontar dalam bibirku. Tak panjang dia menjawab, hanya satu kata bahkan dia menjawab. Yaa.. dia hanya menjawab “bacalah” dengan nada yang dingin dan pandang tak menatap.
Aku makin bingung, apa maksud dia menghampiri dan memberikan sebuah buku, tanda mengetuk ruang pilu, memecah perhatianku. Jika hanya berucap satu kata dan pandang tak menatap. Aku masih tertegun dibuatnya, apalagi saat membaca cover buku yang dia berikan. Aku mulai membuka topic kembali, “untuk apa kau suruh aku membaca buku ini??”, aku tak suka baca aku suka menganalisis, tak mungkin ku baca buku setebal ini, sekarang aku hanya ingin sendiri menyepi melihat mentari bersinar dan burung berterbangan.
Dia , yaa… dia mulai menoleh ke arahku seraya berkata “aku pernah ada diposisimu, dan aku tau cara mengembalikannya”. Suaraku mulai meninggi satu space “hey, kau tak tahu tentang aku. Tak usahlah kau berpura merasakan hal yang kurasa, kau tak akan tahu semua ini!” ujar ku sangat cepat dan memalingkan muka.
Dia, dia tidak memaksaku untuk membaca buku itu, tapi satu kalimat yang terakhir dia katakan sebelum dia pergi dari tempatku berpijak “terserah kau saja, aku hanya ingin membantu karna kutahu rasa itu harus dihilangkan. Dan jika kau bertanya darimana ku tahu tentangmu, bukan aku yang mencari tahu tentangmu apalagi orang lain bercerita tentangmu padaku, bukan.. bukan karna itu.
Akau tahu karna aku sudah mengalaminya. Aku tahu karna aku sudah merasakannya. Aku tahu aku sudah lama dalam fase ketidak seimbanganku dalam rasa. Aku tahu semua ini harus segera diakhiri, karna ini bahaya, karna ini menjerat hati untuk tidak berhati, karna ini mengura fikir untuk tidak jernih.
Dan satu yang ku tahu dengan jelas, aku melihat tatapan yang begitu polos pilu namun berisi penuh kisah yang sangat menyayat hati. Penuh pertanyaan ketidakpercayaan namun memang tak mungkin untuk ditanyakan. Aku melihat sendumu dalam hembusan nafasmu. Aku melihat gerakmu tak lagi gerak seperti dirimu, atau mungkin memang kau sedang keluar dari jiwa aslimu.
Tak banyak yang kufikir saat itu, aku hanya bisa diam kembali dan merenung sendiri. Bertanya pada jejak, apakah aku salah ??, apakah aku bodoh??, apakah aku memang harus pergi, meninggalkan semuanya??. Tak terasa tetesan air asin pun jatuh dipipiku, tetes tetes basah ku abaikan tanda menguatkan hati. Namun apa daya?? Air asin itu tak mau berhenti, malah makin deras.
Aku rapuh, aku sakit, aku lemah. Aku bagai jeruk manis yang segar lalu diperas diambil sarinya . Aku hampa, aku kecil tak berguna. Inginkan teriak pada dunia, menceritakan isi hati yang bergejolak. Aku ingin marah, namun marah pada siapa ??. Aku ingin menangis, namun menangis untuk apa??. Aku ingin bersandar, namun bersandar pada siapa ??. aku sendiri. Dia meningalkanku terdampar bagai hiu di laut biru. Dia memeras batin ini, hingga seolah kutak mempunyai rasa kembali.
Satu yang dia titip dalam diri ini, ya.. kata manis. Manis bagai madu, madu yang dikerumuni semut kecil, madu yang dikagumi banyak makhluk. Jika madu itu hanya tersurat saja aku mungkin tak akan sepeerti ini. Tapi kau yang mulai semua ini, kau yang buat madu itu, menghantarkannya padaku. Kau buatku membangun wadah cantik untuk madu itu. Kau isi perlahan wadah itu dengan madumu.
Tapi, sayang beribu saying langkahmu tak semanis madumu. Kau hanya mengisinya saja, kau hanya ikut menaruh sebentar madumu dalam wadahku. Kau jahat!!!.Kau tega!!! Bisa bisanya kau bertingkah seperti ini pada sosok wanita. Apakah kau tak mempunyai ibu??, apakah kau tak mempunyai saudara perempuan??, ataukah kau beerfikir untuk tidak memiliki anak perempuan kelak nanti ??. Sehingga saat ini kau dengan bebasnya menggambar sesuka hatimu pada lembar hati perempuan,  menyimpan sebentar goresan sketsamu pada lembar itu. 


Tapi sudahlah, gerak siapapun Tuhan pasti melihat.
Tapi sudahlah, bisikan hati siapapun Tuhan dengar.
Yang kupercayai saat ini, Tuhan selalu sayang pada umatnya,
Yang kupercayai saat ini, Tuhan tidak akan Cuma Cuma memberikan kejadian
Yang kupercayai saat ini, Tuhan memberikan hikmah cantik dan pelajaran hidup yang berharga tak terkira. 

Ya.. buku itu, buku itu menguatkanku, membuatku yakin aku harus bangkit dalam kisah lama.
Ya.. buku itu, buku itu mulai membuatku beda, membuatku Nampak percaya akan diri sendiri
Ya..buku itu, buku itu mulai mewarnai bak pikiranku, mengisi relung jiwaku yang tengah sengaja ku kosongkan.



-Nursa'v3-
Share:

0 komentar:

Posting Komentar